London - Setelah menggebrak Premier League di musim 2015/2016, musim ini bakal jadi pembuktian Jamie Vardy bahwa dia bukan one season wonder belaka.
Vardy adalah salah satu faktor penting kesuksesan Leicester City menjuarai Premier League musim lalu. Ya, Leicester memang mengejutkan, tapi kejutan tersebut bukanlah sebuah kebetulan.
Pembesut The Foxes, Claudio Ranieri, sukses menerapkan gaya main yang benar-benar pas dengan gaya Premier League. Leicester tidak hanya cepat, tetapi juga determinan dan mampu menjaga keseimbangan tim. Jika --pada musim lalu-- Danny Drinkwater dan N'Golo Kante bertugas sebagai jangkar di lini tengah, Vardy, Shinji Okazaki, dan Riyad Mahrez bertugas sebagai pendobrak di lini depan.
Gaya Leicester yang mengandalkan kecepatan dan determinasi itulah yang membuat Vardy menjadi hidup. Ini bukan perkara berlari mengejar umpan terobosan saja, tetapi juga soal cepat dalam bereaksi. Musim lalu, seringkali peluang Leicester berasal dari kejelian Vardy ataupun Okazaki melihat celah dan kelengahan pemain bertahan lawan.
Tiap kali bek lawan menguasai bola, baik Vardy ataupun Okazaki akan langsung mencecar mereka. Tentunya, buat bek tengah yang gugup, ini adalah mimpi buruk. Vardy adalah hiu, sementara kegugupan sang bek adalah darah yang tercecer di dalam air.
Lalu, bagaimana dengan musim ini? Ranieri menyebut bahwa timnya akan bermain dengan filosofi yang sama --beserta kerendahan hatinya. Kante sekarang memang sudah tidak ada, tapi Leicester mendatangkan gelandang dengan arketipe yang sama: Nampalys Mendy.
[Baca Juga: 'Leicester City Menatap Musim Baru dengan Filosofi dan Kerendahan Hati yang Sama']
Getty Images/Ben Hoskins
Jika Leicester bakal bermain dengan filosofi yang sama, ada kemungkinan kita bakal melihat lagi Vardy yang sama juga. Musim lalu, striker berusia 29 tahun tersebut mencetak 24 gol dalam 36 penampilan di liga. Musim ini, ada tanda-tanda dia bakal mengulangi hal serupa.
Pada laga Community Shield melawan Manchester United di Stadion Wembley, London, Minggu (7/8/2016), Vardy mencetak satu gol kendati Leicester akhirnya kalah 1-2. Tapi, yang perlu disorot dari permainan Vardy semalam bukanlah sekadar gol.
Jika Mahrez kesulitan untuk keluar dari bayang-bayang bek kiri United, Luke Shaw, Vardy justru memberikan PR berat buat bek tengah anyar 'Setan Merah', Eric Bailly. Bailly memang tidak tampil buruk, tapi Vardy memaksanya untuk beradu sprint hingga terpaksa melakukan tekel.
Di usia yang menjelang kepala tiga, Vardy juga belum tampak kehilangan kecepatannya. Pada salah satu momen di dalam pertandingan, tepatnya pada menit ke-19, ia berlari dari tengah dan menggiring bola melewati dua pemain United. Setelahnya, ia memberikan operan kepada Okazaki yang berada di sisi kanannya. Sial bagi Leicester, tendangan Okazaki setelahnya melenceng.
Pada kesempatan lainnya, Vardy juga mampu melewati hadangan Bailly dan Antonio Valencia. Tapi, tusukannya dari sisi kiri itu tidak diakhiri peluang lantaran bola sudah keburu disapu Daley Blind.
Momen terbaik Vardy, tentu saja, adalah ketika ia mencetak gol penyama kedudukan. Gol itu, seperti yang sudah dituliskan di atas, lahir berkat kejeliannya melihat kesalahan di lini belakang lawan --dalam hal ini backpass yang terlalu lemah dari Marouane Fellaini. Vardy lantas mengejar bola, mengecoh David de Gea, dan menceploskan bola ke gawang yang sudah tak berpengawal.
Jadi, berapa gol lagi musim ini?
0 comments:
Post a Comment